Plafon Dutch East Indies








Plafon Timah Sengsari (Art Nouveau)

Para Meneer Belanda memang punya perhatian pada iklim tropis sehingga lambat laun mengadaptasi arsitektur tropis pada bangunan. Biasanya bangunan-bangunan tersebut temperatur udara didalamnya sangat sejuk, karena plafon dan atapnya yang tinggi.

Bentuk tersebut ditiru oleh mereka yang berkecukupan terutama para pedagang dari etnis tertentu dengan harapan agar memperoleh kesan pada status sosial yang sama dengan para penguasa dan priayi. Arsitektur Indies telah berhasil memenuhi nilai-nilai budaya yang dibutuhkan oleh penguasa karena dianggap bisa dijadikan sebagai simbol status dan keagungan.

Di saat tren minimalis sedang digandrungi masyarakat kota, konsep bangunan Arsitektur Indies dengan interior klasik masih tetap menjadi alternatif desain yang tak lekang dimakan waktu. Berorientasi pada prinsip arsitektur kolonial yang "dikemas" dalam wujud modern sehingga penampilannya lebih kontemporer, dan sekaligus mengekspresikan kemapanan pemilik.

Walaupun dianggap tak sepenting dinding dan lantai, keberadaan langit-langit bisa menjadi pemanis interior rumah. Plafon timah sengsari yang mempunyai ukuran per satuan 61 cm x 62 cm ini mempunyai detail berbentuk motif flora bentuk klasik (cetak timbul) menciptakan karakter ruangan, bisa membuat ruangan menjadi hangat dan hidup menambahkan kesan artistik.

Menerapkan ornamen dekoratif khas gaya klasik kolonial seperti terlihat pada profil plafon yang tampaknya dibuat era kolonialisme tengah berlangsung pada tahun 1900-an.Plafon yang terbuat dari plat timah (sengsari) eks kantor stasiun ini bercorak floral langgam kolonial tempo doeloe ini cenderung bergaya Indische Empire Stijl namun kaya akan unsur dekoratif. Berminat memilikinya ? SOLD OUT

No comments:

Post a Comment

Popular Post