Yang menarik dari komik antik Si Semut ini adalah pelukisnya Delsy Syamsyumar. Selama ini kita hanya lihat ilustrasi Oom Delsy di majalah-majalah jadul tahun 70 an yang terkesan sexy dan mengumbar tubuh sintal seorang perempuan. Modelnya kalau tidak salah bernama Donna Sita atau Doris Callebaute, pokoknya hot.
Kita juga mengengenal Delsy Syamsumar sebagai pelukis dari Sumatra teman pengarang novel hot Motinggo Boesye.
Siapa sangka Oom Delsy juga bisa membuat komik pendidikan untuk anak sekolah seperti Si Semut ini.... tentu saja dengan ilustrasi yang bagus.
Komik antik ini berjudul Si Semut.
Pengarang : Delsy Syamsumar
Ukuran buku : 15 x 20,5 cm
Tebal : 38 halaman
Penerbit : Pertiwi Djakarta - 7 Januari 1961
Harga Rp 75.000,-
Delsy Syamsumar dilahirkan di Medan tanggal 7 Mei 1935 dan meninggal dunia pada tanggal 7 Juli 2001 pada umur 66 tahun. Delsy berasal dari Sungai Puar, Sumatra Barat.
Pelukis ini telah menampakkan bakat melukisnya sejak usia 5 tahun. Delsy selalu menonjol dalam pelajaran seni lukis dan menjadi juara pertama pada setiap sayembara di sekolah sekolah di Sumatera Barat.
Pada usia 17 tahun Delsy telah mampu melukis komik sejarah dan karangannya sendiri yang ia kirim sendiri per pos ke majalah ibukota. Karyanya seperti Komik “Mawar Putih” tentang “Bajak Laut Aceh” dimuat di majalah “Aneka” telah membuat ia terkenal diseluruh Indonesia pada usia yang amat muda.
Kalau perantau-perantau Minang umumnya cenderung mengadu nasib sebagai pedagang, maka berbeda dengan bocah Delsy ini yang di panggil ke Jakarta oleh penerbit dengan fasilitas cukup. Atas adanya kepastian itu Barulah ibunya mau melepas Delsy dan menginginkan anaknya tersebut menjadi “pelukis terkenal” seperti Raden Saleh dan Basuki Abdullah.
Delsy sejak di SD sudah dibelikan cat minyak oleh ayahnya seorang yang pengukir Rumah Gadang. Meskipun Delsy dikenal sebagai sosok seorang pelukis komik sejarah, illustrator, wartawan masmedia dan penata artistik di berbagai banyak Film nasional,namun ia tidak meninggalkan kanvas dan cat minyak.
Ilustrasinya banyak mendapat sambutan literature-literatur seni di Australia dan Perancis sebagai pembuat kartun di beberapa masmedia dan cover cover novel Indonesia serta di perfilman sebagai Art Director senior. Ia sebagai seorang Art Director Film sempat meraih penghargaan pada Festival Nasional dan Asia. Disanggarnya selain ia mendidik pelukis pelukis muda berbakat juga membimbing mereka menjadi tenaga perfilman handal (peraih Piala Film dan Sinetron).
Delsy Syamsumar adalah seorang pelukis “Neoklasik” Indonesia. Pameran tunggal Delsy di tahun 1985 di Balai Budaya dianggap sebagai peristiwa seni nasional karena gaya cat minyaknya selaras membawakan ilustrasinya yang telah terlebih dahulu dikenal, ekspresif dan ekstensial dan selalu mudah di ingat orang (pengamat Seni Rupa Agus Darmawan T. dalam “Suara Pembaharuan”)
Khas lukisan Delsy banyak dianggap terletak pada kemahirannya melukiskan wanita. Namun sebenarnya kemampuan melukiskan ekpresi dan gerak tokoh-tokohnya yang komunikatif dengan pemandangan karyanya. Namun dalam melukiskan wanita, pengamat karyanya itu mengambil kesimpulan bahwa anatomi wanita-wanita dalam kanvas Delsy bagai menemukan “medan yang tepat dan kuat” menangkap daya hidup. Sudut pandang lukisan Delsy kadang-kadang filmis, karena mungkin kehidupannya sebagai orang film mempengaruhinya. Komposisi penuangan karya-karyanya apik dan enak dipandang bagaikan sudut pengambilan gambar lewat kamera.
Pameran tunggal Delsy pernah diadakan di Hotel Indonesia, Gedung Kesenian Jakarta. Lukisan karyanya pernah tercatat sebagai lukisan termahal yang terjual pada Pameran bersama pelukis-pelukis (Basuki Abdullah, Affandi, Lee Man Fong dsb.) ternama Indonesia yang di Gedung Kesenian Jakarta(Taman Ismail Mardzuki). Dan pada pameran-pameran bersama di Balai Budaya saat pra reformasi, lukisan-lukisan Delsy selalu mencatat rekor sebagai lukisan yang paling banyak diminati para kolektor lukisan. Pada tahun 1992 ia juga sempat melakukan pameran bersama dengan Basuki Abdullah.
Dunia film telah membenamkan Delsy cukup lama dalam kreatifitasnya dan puncaknya menjadi Art director di beberapa film legenda Indonesia, antara lain “Saur Sepuh”. Terlalu lama mendalami dunia film yang bertema legenda sejarah mendorong kreativitas Delsy di dalam banyak lukisan yang bertemakan legenda dan sejarah, termasuk di dalamnya merekam sejarah perjuangan bangsa Indonesia disekitar tahun 1945. Karya beliau antara lain: Sentot Alibasya Prawiradirdja (cergam), Gadjah Mada (Cergam), Christina Maria Tiahahu (cergam) dan beberapa lukisan yang menggambarkan Heroisme Cut Mutia, Kereta Api terakhir Yogyakarta, Sepasang mata bola, Dapur Umum dan karya terakhirnya ditahun 2000 “Gelar Perang Sentot Alibasya Prawiradirdja" cukup kolosal.
Dari : id.wikipedia.org
BOOKED
No comments:
Post a Comment