Gramaphone Cabinet


Alunan Masa Lalu dari Kotak Tua...

Zaman digital menawarkan segala kemudahan. Tapi toh masih ada selapis orang yang lebih suka bersusah payah dengan segala kerepotan untuk mendengar alunan musik dari corong gramofon tua. Apalagi barang atau benda tersebut memiliki nilai historis tinggi, kenangan dan nilai tersebutlah yang memberi inspirasi bagi para kolektor.

Daerah-daerah yang pernah makmur pada jaman kolonial Belanda dan kota-kota lain yang pernah jadi lokasi perkebunan, pabrik, dan permukiman Belanda banyak didapatkan Gramaphone walau semuanya sering tidak lengkap atau rusak.

Dalam kurun waktu 1905-1915, orkestra dan fotografi meramaikan ekstravagansa masyarakat Indies. Ada hal menarik dan bernilai dari sebuah lemari kabinet kayu pemutar lagu ini, rasanya seperti terlempar ke masa silam zaman kolonial...Terdiam membayangkan para Meneer Belanda menikmati lagu Arm Den Haag yang didendangkan Wieteke van Dort, biduanita asal Belanda.

Dulu, pada zaman Belanda, hanya tuan dan nyonya Belanda serta selapis tipis kaum ningrat pribumi yang sanggup memiliki barang mewah setaraf gramofon sebagai simbol kekuasaan, status sosial, dan kebesaran penguasa saat itu. Kadang kala mereka menyewakan gramofon kepada warga yang sedang punya hajat pesta dengan ongkos tinggi.

Menerapkan ornamen dekoratif khas gaya klasik kolonial seperti terlihat pada profil Gramaphone Cabinet ini bercorak floral langgam kolonial tempo doeloe ini cenderung bergaya Indische Empire Stijl namun kaya akan unsur dekoratif.

Gramofon peninggalan ndoro Belanda dari tahun 1900-an ini mempunyai ukuran P.54 cm x L.48 cm x T.96 cm sebagai manifestasi dari nilai-nilai budaya yang berlaku pada zaman itu ditampilkan lewat kualitas bahan dan detail tekstur pengerjaannya. Tak sekedar pajangan, koleksi ini menyimpan banyak cerita tentang budaya dan bagian dari kronologi perkembangan musik pada masa kolonial di Indonesia. Tertarik ??

No comments:

Post a Comment

Popular Post