The Masterpieces of Batik China Peranakan

 
Merekam Sejarah Lewat Koleksi Batik Tua...

Sir Thomas Stamford Raffles dalam buku History of Java bahwa industri batik di Yogyakarta, yang tidak hanya menghasilkan batik keraton, tetapi batik untuk berbagai lapisan masyarakat yang menjadi komoditi perdagangan yang terjadi sejak sekitar tahun 1900-an.

Pada salah satu batik dari juragan batik China Peranakan yang terkenal The Tjien Sing (ukuran 107 cm x 270 cm) jelas terlihat motif burung Merak melambangkan martabat dan keindahan, ragam hias pengisi latar belakang atau isen-isen Dele Kecer (kedelai kecer) adalah lambang kemakmuran dan kesuburan. Warna-warna yang diterapkan juga bercorak Vorstenlanden yaitu biru nila dan merah soga.

Batik tulis kain panjang koleksi Voorheen - Njonjah The Tjien Sing diminati oleh golongan Tionghoa kaya, istri bangsawan priyayi dan pejabat di Hindia Belanda waktu itu sebagai kelompok sosial tinggi di sekitar tahun 1930-an. Tradisi masa lalu selalu bertitik tolak pada keadaan selaras yang sudah ada. Disainnya yang klasik, lugas tanpa banyak ragam hias yang berlebihan sebagai "one of the most famous peranakan batik"
Pengusaha batik yang berstatus tinggi, hanya memproduksi batik dengan kualitas baik, lebih halus, serta memperhatikan corak yang rumit. Mereka jarang mengusahakan batik cap, karena corak tradisional yang rumit sukar dikerjakan dengan cap. Mereka menganggap batik cap itu kasar, baik dari segi bahan maupun hasil gambar.

Keluarga The Tjien Sing mendirikan perusahaan batik di Yogyakarta sekitar tahun 1908, di JL. K.H.A Dahlan dekat stasiun kereta api Tugu, Yogyakarta. Mereka mengikuti gaya desain aliran Nieuwe Kunst sebagai reaksi terhadap produk industri yang dibuat secara massal. Karena batik memiliki nilai yang tinggi yang berisikan konsepsi-konsepsi spiritual dalam bentuk-bentuk simbolik filosofis yang berhubungan erat dengan latar belakang proses pengerjaannya. Berminat memilikinya ?? SOLD OUT

No comments:

Post a Comment

Popular Post